Laman

Rabu, 09 Maret 2011

BUDAYA SUBANG

  1. Kesenian Doger Kontrak

Doger Kontrak merupakan kesenian rakyat Subang yang sudah mulai tumbuh kembang sebelum perang kemerdekaan (1945), bermula pada saat perusahan perkebunan The P&T Lands yang saat itu dikuasai oleh pemerintahan Belanda mengijinkan pertunjukan doger di kontrak-kontrak perkebunan yang ada di daerah Subang sebagai balas budi para buruh dan hiburan. Sebelumnya para buruh perkebunan tidak diperbolehkan atau tidak diijinkan berhubungan dengan kehidupan luar.

Doger kontrak mempunyai perbedaan dengan doger pada umumnya, pada doger kontrak ada perpaduan antara tradisi (Ketuk Tilu) dan Tari Keurseus.

  1. Kesenian Gembyung

Gembyung adalah ensambel musik yang terdiri dari beberapa waditra terbang dengan tarompet yang merupakan jenis kesenian bernafaskan Islam. Meskipun demikian, di lapangan ditemukan beberapa kesenian Gembyung yang tidak menggunakan waditra tarompet.

Gembyung merupakan jenis kesenian tradisional khas daerah Subang yang sampai sekarang masih terus dimainkan. Gembyung biasa dimainkan untuk hiburan rakyat seperti pesta khitanan dan perkawinan atau acara hiburan lainnya dan juga digunakan untuk upacara adat seperti halnya Ruatan bumi, minta hujan dan mapag dewi sri. Dalam perkembangannya saat ini, gembyung tidak hanya sebagai seni auditif, tapi sudah menjadi seni pertunjukan yang melibatkan unsur seni lain seperti seni tari.


  1. Budaya Mapag Dewi Sri

Sama halnya dengan Ruwatan Bumi yaitu upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat di desa Cibeusi Jalan Cagak, sebagai perwujudan rasa syukur para petani kepada Tuhan YME yang telah menganugerahkan pangan yang bagus dan melimpah. Upacara ini juga merupakan perwujudan rasa hormat para petani kepada Dewi Sri, yang identik dengan Dewi padi lambang kesuburan dan kehidupan. Serta salah satu upaya untuk melestarikan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun

  1. Budaya Nadran

Nadran merupakan upacara adat yang biasa dilakukan oleh masyarakat pesisir laut di desa Blanakan Kabupaten Subang. Upacara Nadran telah dilaksanakan oleh masyarakat desa Blanakan semenjak tahun 1950 yang dilaksanakan secara turun temurun karena amanat dari nenek moyang penduduk desa Blanakan supaya melaksanakan upacara nadran setiap tahunnya yang biasanya dilaksanakan pada bulan Agustus.
Upacara nadran bermula dari cerita Budug Basu yang mengisahkan naga paksa turun ke bumi dari khayangan dan mengawini orang bumi. Ketika sedang bertelur naga paksa diutus untuk kembali ke khayangan pada saat melewati daratan, telur naga paksa jatuh dan menjelma sebagai Sapi bumerang menjadi hama, kemudian telur naga paksa jatuh di pesawahan yang menjelma menjadi dewi sri. Di atas lautan telur naga paksa jatuh kembali dan menjelma menjadi budug basu yang menjadi raja ikan.
Masyarakat sekitar selalu menjaga kebenaran akan cerita bahwa budug basu menjadi raja ikan, sehingga upacara nadran selalu dilaksanakan supaya hasil tangkapan dapat melimpah.


  1. Budaya Ruwatan Bumi
Ruwatan bumi adalah salah satu upacara adat masyarakat agraris yang sampai saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat Subang, tepatnya di kampung Banceuy Wangunharja. Ruwatan berasal dari kata rawat atau merawa artinya mengumpulkan atau merawat yaitu mengumpulkan seluruh masyarakat kampung serta mengumpulkan semua hasil bumi, baik yang masih mentah maupun yang sudah diolah.
Upacara Ruwatan Bumi ini dilaksanakan sebagai ungkapan syukur terhadap Tuhan YME atas keberhasilan hasil panen pertanian dan sebagai tolak bala serta ungkapan penghormatan terhadap nenek moyang mereka yang telah berjasa meningkatkann taraf hidup di kampung Banceuy tersebut. Di kampung Banceuy ini acara Ruwatan Bumi telah dilaksanakan semenjak tahun 1800 masehi.


  1. Kesenian Sisingan
Keseniaan Sisingaan merupakan salah satu kesenian daerah yang sampai sekarang masih berkembang dengan baik di daerah Subang, bahkan kesenian ini sudah terkenal sampai ke manca negara. Kesenian Sisingaan telah dimainkan oleh rakyat Subang pada saat melawan penjajahan dulu sebagai symbol pelecehan terhadap penjajah, yang pada waktu itu adalah negara agraris. Dimana lambang negara itu adalah Singa atau Negara yang ditakuti yang dinaiki oleh seorang anak kecil diatas punggungnya yang melambangkan bahwa rakyat Subang tidak takut melawan penjajahan pada saat itu.
Sekarang kesenian sisingaan dimainkan untuk acara-acara khusus seperti penerimaan tamu kehormatan, acara khitanan anak dan sebagainya. Setiap tahunnya diadakan Festival Sisingaan yang diikuti oleh semua Kecamatan yang ada di Subang untuk memeriahkan acara peringatan hari jadi Kabupaten Subang pada tanggal 5 April.

  1. Kesenian Toleat
Toleat merupakan salah satu jenis musik tiup (Aerophone) khas daerah Subang. Toleat biasa dimainkan oleh penggembala di daerah pantura sambil menunggu gembalaanya. Awalnya toleat dibuat dari bahan jerami karena perkembangan jaman dan keawetan bahannya maka sekarang toleat dibuat menggunakan bahan bambu tamiyang, toleat mempunyai nada dasar salendro dan mempunyai delapan lubang nada serta mempunyai suara yang unik menyerupai saxophone, bentuknya mirip dengan suling tetapi mempunyai rit yang dibuat dari kayu berenuk.
Toleat dapat dipadukan dengan beberapa jenis alat musik lain sehingga dapat menghasilkan jenis musik yang bagus. Biasanya toleat dipadukan dengan kecapi dan kendang, bahkan sekarang ini toleat dikolaburasikan dengan alat musik modern seperti keyboard.



Selasa, 08 Maret 2011

Upacara Ketiga dan Sumber Kedaulatan Indonesia

Oleh : Redaksi-kabarindonesia | 08-Mar-2011, 10:36:01 WIB 


KabarIndonesia - Penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Belanda dilakukan dalam dua upacara, tapi sebenarnya ada upacara yang ketiga yang lebih penting lagi.
Upacara ini menegaskan bahwa sumber kedaulatan Indonesia sebagai negara merdeka tetap proklamasi 17 Agustus 1945.Selama ini, soal penyerahan kedaulatan Indonesia dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, kita mengenal dua upacara. Upacara pertama berlangsung di Amsterdam, di Istana Op de Dam, dihadiri oleh Wakil Presiden Mohamad Hatta, sekaligus perdana menteri, sebagai pemimpin delegasi Indonesia dan Ratu Juliana serta segenap kabinet Belanda. Upacara kedua berlangsung di Istana Negara, Jakarta, dihadiri oleh wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia Tony Lovink dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, sebagai wakil perdana menteri.

Kecelakaan Kecil
Tapi tahukah Anda ada upacara ketiga yang berlangsung di Yogyakarta? Dan itu terjadi antara pihak Indonesia sendiri? Kisah tentang upacara ketiga ini tertera dalam buku De Garoeda en de Ooievaar, artinya Garuda dan Burung Bangau, karya Herman Burgers. Sebagai orang Belanda yang mengikuti upacara penyerahan kedaulatan itu dari jarak tidak sampai 100 meter dari Istana Negara di Jakarta, Herman Burgers yang sekarang berusia 86 tahun, dalam buku setebal 800 halaman, menuliskan pengalamannya menjadi saksi terbentuknya Indonesia merdeka.
Herman Burgers: Saya berada di Jakarta pada tanggal 27 Desember 1949, ketika berlangsung upacara penyerahan kedaulatan itu. Tidak banyak yang saya lihat, karena sebagai militer, pada hari itu dan keesokan harinya, kami berada di dalam tangsi, tidak boleh keluar. Saya berada di dalam, tapi mengikuti semuanya melalui siaran radio. Luar biasa. Itu adalah siaran radio yang panjang. Dimulai dengan upacara di Batavia, upacara penyerahan pemerintahan kepada Sultan Hamengku Buwono IX oleh Wakil Tinggi Mahkota Belanda Tony Lovink. Sesudah itu diperdengarkan upacara yang berlangsung di Amsterdam, di Istana Op de Dam. Di situ Ratu Juliana menyerahkan kedaulatan Belanda atas Hindia Belanda kepada Mohamad Hatta, pemimpin delegasi Indonesia. Itulah yang kami dengar. Ada satu saat yang selalu saya ingat, walaupun itu hanya saya ketahui melalui siaran radio, dan tidak melihatnya sendiri. Sesudah penandatanganan itu, Sultan Hamengku Buwono dan Tony Lovink keluar, berdiri di depan Istana. Di sana bendera Belanda diturunkan lalu, sebentar terdengar sorakan, tapi segera berhenti. Tampaknya orang Indonesia juga menganggapnya sebagai saat yang dramatis. Mereka lalu diam. Suasana sunyi. Sesudah itu bendera Indonesia dikibarkan. Ada kecelakaan kecil, karena bendera itu sempat tertahan. Seorang prajurit Belanda membantu prajurit TNI membereskannya, lalu tibalah saat yang dinanti-nanti, sang saka merah putih berkibar. Dan ribuan orang bersorak-sorai. Itu saya dengar dari radio. Tapi saya juga mendengar sorakan aslinya, karena waktu itu saya tidak jauh dari Istana. Yang kami dengarkan adalah siaran dalam bahasa Belanda. Yang masih saya ingat adalah, sebelum itu siarannya selalu diakhiri dengan kalimat "Anda telah mendengar siaran radio zaman peralihan." Tetapi selesai upacara penyiarnya mengakhiri siaran dengan kalimat: "Demikian siaran Radio Republik Indonesia." Saya kaget, mengapa begitu? Tapi saya segera sadar, sekarang sudah menjadi Radio Republik Indonesia. Batavia juga sudah menjadi Jakarta.  

Dua Sumber
Dari penuturan Herman Burgers tadi bisa disimpulkan ada dua upacara pada tanggal 27 Desember 1949 itu, upacara pertama berlangsung di Jakarta dan kedua di Amsterdam. Tetapi masih ada upacara penyerahan kedaulatan yang ketiga. Upacara ini tidak disiarkan oleh radio. Herman Burgers:
Di Yogyakarta juga berlangsung upacara di Gedung Negara, yang merupakan rapat KNIP Komite Nasional Indonesia Pusat. Soekarno, pada pertemuan ini, pertama-tama menyerahkan tugas-tugas kepresidenannya untuk sementara kepada Assaat, ketua KNIP. Sesudah itu, Assaat, sebagai wakil Republik Indonesia yang didirikan pada tanggal 17 Agustus 1945, menyerahkan kedaulatan Republik Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat yang diwakili oleh presiden terpilihnya, itulah Soekarno sendiri. Yang bagi saya penting adalah tindakan simbolisnya. Assaat menyerahkan sebuah kotak kayu berisi bendera yang pada tanggal 17 Agustus 1945 dikibarkan di Pegangsaan Timur 56. Bendera itu dijahit sendiri oleh Fatmawati. Upacara ini harus berlangsung karena kedaulatan Indonesia tidak hanya berdasarkan pada yang diterimanya dari Belanda. Itu bisa dikatakan sebagai pengakuan dan penarikan mundur Belanda. Selain itu kedaulatan Indonesia pertama-tama juga didasarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945. Itulah sumber dan fundamen kedaulatan Indonesia. Kedaulatan itu kemudian diwakili oleh bendera yang berasal dari tahun 1945. Waktu itu bendera ini diserahkan kepada Presiden Soekarno. Jadi bisa disimpulkan bahwa kedaulatan Indonesia berasal dari dua sumber. Sumber pertama adalah kolonialisme Belanda, penyerahannya terjadi di Amsterdam. Dan kedua adalah nasionalisme Indonesia yang diwakili oleh bendera yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kedaulatan yang bersumber pada proklamasi itu jelas luar biasa. India misalnya menerima kedaulatan dari Inggris. Tapi Indonesia dari proklamasinya sendiri. Bisakah dikatakan Indonesia merupakan perkeculian?  

Bukan Dihadiahkan
Herman Burgers:
Memang sulit menemukan contoh lain. Tentu saja Amerika Serikat, yang memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 4 Juli 1776. Itu memang berarti perang melawan Inggris sebagai penguasa Amerika. Perang itu berlangsung selama bertahun-tahun. Kemudian, pada tanggal 3 September 1783, di Paris dicapai perjanjian perdamaian antara Inggris dengan Amerika Serikat. Waktu itu Britania mengakui Amerika sebagai negara merdeka. Itu bisa disamakan dengan penyerahan kedaulatan yang berlangsung di Amsterdam. Kedaulatan Amerika Serikat didasarkan pada pernyataan kemerdekaan yang berlangsung tahun 1776. Itu mereka sebut sebagai independence day, hari kemerdekaan. Itulah dasar kedaulatan orang Amerika, dan bukan kesepakatan tahun 1783 dengan Inggris. Itu bukan urusan Amerika, itu cuma pengakuan orang Inggris bahwa mereka kalah dalam menghalangi kemerdekaan Amerika. Kemerdekaan yang sebenarnya bagi Amerika adalah 4 Juli 1776 dan bagi Indonesia adalah 17 Agustus 1945. Patut saya tegaskan upacara di Yogya itu sering dilupakan orang, tapi itu sangat penting karena merupakan bukti bahwa kedaulatan Indonesia bersumber pada proklamasi 17 Agustus. Belanda sampai sekarang tidak pernah mengakui proklamasi kemerdekaan 17 Agustus itu. Paling banter pada tahun 2005 Belanda hanya menerima secara moral proklamasi itu. Jelas Indonesia juga tidak perlu menuntut  Belanda supaya mengakui 17 Agustus. Justru tanpa pengakuan Belanda, Proklamasi 17 Agustus merupakan kebanggaan Indonesia. Kebanggaan, karena kemerdekaan itu direbut dan diperjuangkan, bukan dihadiahkan.