Laman

Rabu, 22 Desember 2010

Peran Orang Tua Sebagai Pendidik Pertama dan Utama


Uung Mashuri

Dalam suatu tatanan rumah tangga yang terdiri dari orang tua dan anak, orang tua memiliki posisi yang strategis dalam pendidikan anaknya, karena sejak anak dilahirkan dari kandungan ibunya lebih banyak berada di lingkungan keluarga, mereka bergaul dan berkumpul dalam suasana penuh kasih sayang.[1]
Kehadiran anak dalam keluarga menambah hangatnya iklim rumah tangga, keceriaan, kegembiraan, serta kebahagiaan bersama anak memiliki arti tersendiri. 
Di dalam Al Qur’an, Allah berfirman, yang artinya: Harta dan anak-anak adalah perhiasan dunia (kehidupan manusia).[2]
 Dalam ayat tersebut, hendaknya setiap orang tua menyadari betul akan keberadaan anak di tengah keluarga, bukan hanya sebatas sebagai perhiasan yang penuh dengan keceriaan melainkan anak juga sebagai generasi penerus keturunan manusia, yang kelahirannya senantiasa didambakan oleh setiap pasangan yang dikait tali perkawinan dan dapat mengubah suasana tatanan rumah tangga.
Keceriaan, kegembiraan, serta kebahagiaan bersama di tengah keluarga, akan lebih bermakna manakala disertai dengan pembinaan yang baik dari orang tuanya, dan sebaliknya keceriaan serta kebahagiaan dengan kehadiran anak dalam keluarga akan berubah menjadi kehancuran rumah tangga, manakala tanpa melakukan pembinaan yang baik terhadap anaknya.
Secara alamiah setiap orang tua akan mencintai anaknya dengan sepenuh hati tanpa ada maksud lain kecuali kesejahteraan lahir batin anaknya. Begitupun orang tua selalu berharap agar anaknya sebagai generasi penerus keturunannya memiliki kondisi yang serba lebih baik daripada orang tuanya, sebagai bukti tanggung jawab orang tua yang diamanatkan Al Qur’an Surat Attahrim, yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari siksaan api neraka.[3]
Banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk mendidik anak-anaknya, diantaranya adalah memberikan keteladanan melalui ucap sikap dan perilaku dalam kesehariannya. Keteladanan orang tua yang ditampilkan dalam ucapan perilaku pengaruhnya sangat kuat dan besar terhadap perkembangan individu anak. Sebelum anak dapat berbicara, sesungguhnya ia telah melihat dan mendengar segala sesuatu yang dilakukan oleh orang tuanya, hal itu menjadi syarat bahwa setiap orang tua perlu hati-hati dalam berucap dan berprilaku di depan anaknya. Berikanlah kebiasaan-kebiasaan positif melalui pergaulan, karena pergaulan orang tua dengan anaknya adalah sebuah media yang strategis dalam memberikan pendidikan.
Didalam memahami pengertian pendidikan Islam, para ahli telah mencoba memformulasikan pengertian Pendidikan Islam dengan batasan yang variatif, diantaranya:
1.       Al-Syabani: mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi diantara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.
2.       Muhammad Fadhil Al-Jamaly: Pendidikan Islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong, serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia.[4]
3.       Pendidikan adalah usaha meningkatkan diri dalam segala aspek kepribadiannya, baik melibatkan pendidik ataupun tidak dengan pendidik, baik pendidikan formal, non formal ataupun informal.[5]
Dari kutipan di atas kaitannya dengan pendidikan informal atau luar sekolah ada tiga hal yang menjadi perhatian orang tua dan harus diaktualisasikan yaitu Aktivitas, Rekativitas Dan Refelektivitas. Aktivitas berkaitan dengan ucapan serta tindakan, reaktivitas berkaitan dengan respon, sedangkan reflektivitas berkaitan dengan pencerminan dari keperibadian orang tua. Orang tua harus menjadi sumber keteladanan dalam ketiga lapangan itu.
Dipandang dari sisi anak, aktivitas-aktivitas yang diaktualisasikan orang tua itu hendaknya sesuai dengan pola kepribadian anak, atau manakala dinbalikkan pola-pola kepribadian anak itulah yang menentukan aktivitas. Pertama, merujuk pada aktivitas pembinaan yang bersifat intelektual seperti kecerdasan dan kemampuan untuk mengenal dan memahami serta mengolah persoalan dalam kehidupan. Kedua, aktivitas pembinaan stabilitas emosi dalam hidup bermasyarakat. Jadi, aktivitas ini bersinggungan dengan perasaan, harga diri, pemeliharaan dan pengindahan diri dalam hidup bersama orang lain. Ketiga, aktivitas yang menyangkut pengarahan gerak, motivasi serta pengarahan terhadap bagaimana berbuat dan bertindak sesuai dengan pola-pola emosi dan intelektual. Keempat, aktivitas yang melibatkan orang lain, penyesuaian diri dalam kebersamaan bermasyarakat.
Dala hal reaktivitas, yang patut diperhatikan ialah terjaganya alur komunikasi yang harmonis antara orang tua dengan anaknya. Rekasi-reaksi oraqng tua jangan sampai menimbulkan konsekuensi di pihak anak menjadi takut dan merasa terikat  sehingga menyebabkan hilangnya keberanian tanggung jawab.
Kemudian dalam hal reflektivitas, orang tua adalah sumber keteladanan anak.
Pada umumnya pembentukan sikap seorang anak terjadi melalui pengalaman sejak kecil. Karena itulah posisi orang tua merupakan pendidikan pertama dan utama. Kepercayaan terhadap Allah pun tumbuh sejak kecil di dalam lingkungan keluargayang kemudian berkembang melalui pengalamannya di laur rumah.
Sebagai seorang pemimpin, ayah harus mampu memberikan pembinaan keluarga baik lahir maupun batin karena kepemimpinannya akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah SWT. Sebagaimana hadist Rasul yang dirawikan oleh Al Bukhori dan Muslim, yang artinya adalah: Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggungjawab atas kepemimipinannya, seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggungjawab atas kepemimipinannya.[6]
 Semua anggota keluarga berpusat pada bapak, dialah yang membuat peraturan dan menegakkan disiplin dalam rumah tangga.seorang bapak adalah figur terakhir yang memberikan keputusan terpenting bila terjadi suatu masalah dalam keluarga, bila istri dan anggota keluarga lainnya telah memberikan pendapat masing-masing.
Adapun peranan istri di samping sebagai pendaping setia suami berperan juga sebagai pengatur serta penata rumah tangga hingga menjadikan surga dunia bagi anggota keluarga.[7]
Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an yang artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istrimu dari jenismu sendiri supaya supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya diantaramu kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Dipandang dari sisi kedekatan, posisi ibu lebih dekat dengan anak. Sejak dilahirkan, menyusui, memandikan, mengenakan pakaian, mengurus makanan dan minuman, mengasuh dan berkomunikasi, ibulah yang sering melakukannya. Melihat banyaknya komunikasi dengan anak, banyak pula kesempatan untuk memberikan pendidikan. Maka selayaknya seorang ibu rumah tangga memiliki kesiapan untuk mendidik anaknya dengan materi pendidikan yang baik.    


[1] Mumu mansur, Membangun Keluarga Sakinah, (Bandung: kanwil Depag Prop. Jabar, 2004), 100
[2] Al Qur’an, 18 (Al Kahfi) : 16.
[3] Ibid., 66 (At-Tahrim) : 6
[4] Rasidin & Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 32.
[5] Ahmad Tafsir, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990), 6
[6] Muhyiddin Abizakariya Yahya, Riyad Al-Solihin (Semarang: Usaha Keluarga), 152.
[7] Mumu Mansur, Membangun Keluarga Sakinah (Bandung: Kanwil Depag Jawa Barat, 2004), 101

1 komentar:

  1. Keluarga yang sakinah hanya dapat terwujud manakala suami dan istri bersinergi memiliki visi dan misi yang sama untuk seiring sejalan menuju syurganya Allah...

    BalasHapus